Minggu, 21 November 2010

laporan protein dan asam aminonya osin


PERCOBAAN IV
PROTEIN DAN ASAM AMINO

I.    TUJUAN
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan sifat-sifat dari asam amino dan protein.
·         Untuk mengetahui sifat mengion asam amino
·         Untuk mengetahui titik isoelektrik dan kelarutan kasein
·         Untuk mengetahui penggaraman protein (salting out)

II.  DASAR TEORI
          Protein (akar kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus. Protein dapat didefinisikan sebagai senyawa makromolekul polipeptida yanga berbobot molekul tinggi dan tersusun dari sejumlah asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida. Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain berperan dalam fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya protein yang membentuk batang dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem kekebalan (imun) sebagai antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon, sebagai komponen penyimpanan (dalam biji) dan juga dalam transportasi hara. Sebagai salah satu sumber gizi, protein berperan sebagai sumber asam amino bagi organisme yang tidak mampu membentuk asam amino tersebut (heterotrof). Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid, dan polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk hidup. Selain itu, protein merupakan salah satu molekul yang paling banyak diteliti dalam biokimia. Protein ditemukan oleh Jöns Jakob Berzelius pada tahun 1838. Biosintesis protein alami sama dengan ekspresi genetik. Kode genetik yang dibawa DNA ditranskripsi menjadi RNA, yang berperan sebagai cetakan bagi translasi yang dilakukan ribosom. Sampai tahap ini, protein masih "mentah", hanya tersusun dari asam amino proteinogenik. Melalui mekanisme pascatranslasi, terbentuklah protein yang memiliki fungsi penuh secara biologi.
Struktur protein dapat dilihat sebagai hirarki, yaitu berupa struktur primer (tingkat satu), sekunder (tingkat dua), tersier (tingkat tiga), dan kuartener (tingkat empat). Struktur primer protein merupakan urutan asam amino penyusun protein yang dihubungkan melalui ikatan peptida (amida). Sementara itu, struktur sekunder protein adalah struktur tiga dimensi lokal dari berbagai rangkaian asam amino pada protein yang distabilkan oleh ikatan hidrogen. Berbagai bentuk struktur sekunder misalnya ialah sebagai berikut:
·         Alpha helix (α-helix, "puntiran-alfa"), berupa pilinan rantai asam-asam amino berbentuk seperti spiral;
·         Beta-sheet (β-sheet, "lempeng-beta"), berupa lembaran-lembaran lebar yang tersusun dari sejumlah rantai asam amino yang saling terikat melalui ikatan hidrogen atau ikatan tiol (S-H);
·         Beta-turn, (β-turn, "lekukan-beta"); dan
·         gamma-turn, (γ-turn, "lekukan-gamma").
Gabungan dari aneka ragam dari struktur sekunder akan menghasilkan struktur tiga dimensi yang dinamakan struktur tersier. Struktur tersier biasanya berupa gumpalan. Beberapa molekul protein dapat berinteraksi secara fisik tanpa ikatan kovalen membentuk oligomer yang stabil (misalnya dimer, trimer, atau kuartomer) dan membentuk struktur kuartener. Contoh struktur kuartener yang terkenal adalah enzim Rubisco dan insulin.
Struktur primer dari protein bisa di tentukan dengan beberapa metoda: (a) hidrolisa protein dengan asam kuat (i.e., 6N HCl) dan kemudian komposisi asam amino ditentukan dengan amino acid analyzer instrumen, (2) sekuen analisa dari N-terminus dengan menggunakan degradasi Edman, (3) kombinasi dari pencernaan dengan trypsin dan mass spektrometri, dan (4) penentuan molekular mass dengan mass spektrometri.
Struktur sekunder bisa ditentukan dengan meggunakan spektroskopi circular dichroism (CD) dan Fourier Transform Infra Red (FTIR). Spektrum CD dari puntiran-alfa menunjukkan dua absorbans negatip pada 208 dan 220 nm dan lempeng-beta menunjukkan satu negatip peak sekitar 210-216 nm. Estimasi dari komposisi struktur sekunder dari protein bisa dikalkulasi dari CD spektrum.

III.    ALAT DAN BAHAN    
1.   Sifat mengion asam amino
E  Alat  :                                                       E         Bahan  :
-   Gelas kimia                                                       -  Glisin (serbuk)
-      pH meter                                                        - Sistein (serbuk) 
-   Statif dan klem                                               - Larutan NaOH 2 N
-   Buret                                                                 - Larutan H2SO4  2 N
-   Neraca digital                                                  - Aquadest
-   Gelas ukur
-   Pipet tetes  dan Spatula        
2.   Titik isoelektrik dan kelarutan kasein
E Alat  :                                            E       Bahan  :
-   9  buah tabung reaksi                         - Kasein Na-asetat
-   Rak tabung                                           - Asam asetat (0,01 N ;0,1 N ;1,0 N)
-   Pipet tetes                                            - Aquades
-   Gelas ukur


3.   Penggaraman protein (salting out)
E  Alat :                                            E         Bahan  :
-      Gelas ukur                                          - Larutan albumin telur
-      Pipet tetes                                         - Larutan gelatin
-      Gelas kimia                                         - Larutan ammonium sulfat
-      Neraca digital                                   - Larutan NaOH
-      Spatula                                               - Larutan CuSO4 0,1 %
-      Corong
-      Kertas saring

IV.      PROSEDUR KERJA
E  Sifat mengion asam amino
1.     Menimbang dengan teliti 0,2 gram asam amino dan melarutkan dengan 20 ml aquadest dalam sebuah gelas ukur.
2.    Kedalam gelas ukur yang lain menuangkan 20 ml aquadest
3.    Menitrasi larutan didalam gelas kimia tersebut masing-masing dengan larutan H2SO4 2N dan menggunakan pH meter sebagai berikut :
4.    Untuk 10 tetes pertama, mengocok gelas tiap satu tetes.
5.    Untuk 10 tetes selanjutnya meneteskan tiap-tiap kali dua tetes, lalu mengocoknya.
6.    Terakhir menambahkan tiap-tiap kali 4 tetes dan mengocok hingga tercapai pH 1,2.
7.    Mencatat pH dan jumlah asam yang digunakan tiap kali penetesan yang diatas.
8.    Mengulangi percobaan diatas dengan menggunakan NaOH 2 N.
9.    Melakukan titrasi dengan cara yang sama hingga tercapai pH 12.
E  Titik isielektrik dan kelarutan kasein
1.     Menyediakan 9 buah tabung reaksi yang bersih dan mengisi dengan larutan aquadest, asam asetat 0,01 N, asam asetat 0,1 N dan 1 N.
2.     Larutan Selanjutnya kedalam tiap tabung menambahkan masing-masing 1 ml larutan kasein-Na-asetat dan ditiupkan dari pipet, dan segera mengocok tabung. Mencatat kekeruhan yang terjadi segera setela dikocok dan setelah 10 menit, dengan tanda sebagai berikut :
·            (-)             = Tidak terjadi kekeruhan
·            (+/-)         = Kekeruhan tipis sekali
·            (+)                        = kekeruhan sedikit
·            (++)           = kekeruhan lebih banyak
·            (+++)         = Kekeruhan paling banyak
Memberi tanda x bila terjadi kekeruhan
3.    Menentukan titik isoelektrik kasein.
E  Penggaraman protein (salting out)
1.   Memasukkan 10 ml larutan albumin kedalam gelas piala dan menambahkan 8 gram ammonium sulfat.
2.   Mengaduk larutan sampai jenuh dengan garam ini.
3.   Menyaring dan menguji filtrate dengan uji biuret (menggunakan larutan NaOH).
4.   Melakukan hal yang sama terhadap endapan pada kertas saring dan mencatat hasilnya.
5.   Mengulangi perlakuan 1-4 dengan menggunakan larutan gelatin.
V.  HASIL PENGAMATAN
1.     Sifat mengion asam amino
       E Untuk larutan H2SO4
            Perlakuan untuk Glisyn
H2SO4 2 N (satu tetes)
pH
1
3,6
2
3,56
3
3,98
4
3,96
5
3,80
6
3,75
7
3,21
8
2,54
9
2,47
10
2,42
      

Perlakuan glisin (dua tetes)
pH
12
2,37
14
2,30
16
2,19
18
2,09
20
2,08

Perlakuan glisin (empat tetes)
pH
24
1,93
28
1,80
32
1,78
36
1,74
40
1,72

Perlakuan glisin (delapan tetes)
pH
48
1,63
56
1,62
64
1,61
72
1,59
88
1,53
90
1,50
94
1,48
102
1,41
110
1,36
114
1,29
116
1,24
118
1,20
             




        E Untuk larutan NaOH     
           Perlakuan untuk Glisin
NaOH 2 N (satu tetes)
pH
1
7,96
2
7,08
3
7,8
4
7,91
5
7,93
6
7,99
7
8,08
8
8,16
9
8,26
10
8,41
             
Perlakuan glisin (dua tetes)
pH
12
8,49
14
8,60
16
8,78
18
8,99
20
9,14

Perlakuan glisin (empat tetes)
pH
24
9,35
28
9,93
32
11,01
36
11,49
40
11,74
44
11,89
48
12,0




       E Untuk larutan H2SO4
            Perlakuan untuk Sistein
Perlakuan sistein (tetes)

pH
Perlakuan sistein (tetes)
pH
1
2,38
38
1,49
2
2,30
42
1,46
4
2,09
48
1,43
6
1,96
56
1,39
8
1,88
64
1,37
10
1,80
72
1,34
12
1,76
80
1,32
14
1,72
88
1,30
18
1,67
96
1,28
22
1,61
100
1,27
26
1,54
104
1,24
30
1,53
108
1,20
32
1,52



 E Untuk larutan NaOH
       Perlakuan untuk Sistein
Perlakuan sistein (satu tetes)
pH
1
9,9
2
9,42
3
9,29
4
9,24
5
8,99
6
9,11
7
9,12
8
9,72
9
9,81
10
9,91



Perlakuan sistein (dua tetes)
pH
12
10,63
14
10,85
16
10,87
18
10,82
20
11,00

Perlakuan sistein (empat tetes)
pH
24
11,27
28
11,6
32
11,75
36
11,87
40
12,00

    E Titrasi H2O dengan NaOH 2 N
Perlakuan H2O (satu tetes)
pH
1
8,18
2
9,44
3
9,78
4
9,95
5
10,07
6
10,18
7
10,26
8
10,34
9
10,42
10
10,47

Perlakuan H2O (dua tetes)
pH
12
10,53
14
10,60
16
10,67
18
10,74
20
10,77
         
Perlakuan H2O (empat tetes)
pH
24
10,83
28
10,92
32
10,98
36
11,02
40
11,05
44
11,52
48
12,00
         
Perlakuan H2O (tetes)
pH
1
2,00
2
0,80

  2.     Titik isoelektrik dan kelarutan kasein
Nama tabung (ml)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Air suling
8,38
7,75
8,75
8,5
8
7
5
1
7,4
Asam asetat 0,001 N
0,62
1,25
-
-
-
-
-
-
-
Asam asetat o,1 N
-
-
0,25
0,5
1
2
4
8
-
Asam asetat 1 N
-
-
-
-
-
-
-
-
1,6

No. tabung
1
2
3
4
5
6
7
8
9
pH larutan
5,9
5,6
5,3
5,0
4,7
4,4
4,1
3,8
3,5
Kekeruhan segera
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(++)
(++)
(++)
(+++)
Kekeruhan setelah 10 menit
(-)
(-)
(-)
(+/-)
(+)
(++)
(++)
(++)
(+++)

              Titik isoelktrik terletak pada pH 3,5 yaitu pada tabung 9
              Keterangan :
              E (-)        = tidak terjadi kekeruhan sama sekali
              E (+/-)    = kekeruhan tipis sekali
              E (+)        = kekeruhan sedikit
              E (++)      = kekeruhan lebih banyak
              E (+++)    = kekeruhan paling sedikit  
3.    Penggaraman  protein (salting out)
No.
Perlakuan
Hasil
1.




2.
E 10 ml larutan gelatin + 8 gram    Kristal ammonium sulfat (diaduk)
E Campuran disaring, Filtrat + uji biuret + NaOH
E Residu + uji Biuret + NaOH
E 10 ml larutan albumin + 8 gr Kristal ammonium sulfat (diaduk)
E Campuran disaring, Filtrat + uji biuret + NaOH
E Residu + uji Biuret + NaOH
E Senyawa Kristal larut
E Warna biru muda
E warna menjadi biru tua (keruh)
E Senyawa Kristal larut

E Warna biru muda
E warna menjadi biru tua (keruh)





V.      PEMBAHASAN
            Struktur asam amino secara umum adalah satu atom C yang mengikat empat gugus: gugus amina (NH2), gugus karboksil (COOH), atom hidrogen (H), dan satu gugus sisa (R, dari residue) atau disebut juga gugus atau rantai samping yang membedakan satu asam amino dengan asam amino lainnya. Atom C pusat tersebut dinamai atom Cα ("C-alfa") sesuai dengan penamaan senyawa bergugus karboksil, yaitu atom C yang berikatan langsung dengan gugus karboksil. Oleh karena gugus amina juga terikat pada atom Cα ini, senyawa tersebut merupakan asam α-amino. Asam amino biasanya diklasifikasikan berdasarkan sifat kimia rantai samping tersebut menjadi empat kelompok. Rantai samping dapat membuat asam amino bersifat asam lemah, basa lemah, hidrofilik jika polar, dan hidrofobik jika nonpolar.
          Protein mengandung C, H, O, dan nitrogen serta sulfur, fosfat kobalt dan besi. Protein dibentuk oleh 20 asam amino yang jenisnya berbeda yaitu 11 asam amino yang tidak dapat disintesa oleh tubuh, melainkan harus dari makanan yang disebut asam amino eesensial dan 9 asam amino yang dapat disintesa oleh tubuh yang disebut asam amino non-essensial. Didalam molekul protein tiap asam amino dihubungkan satu sama lain oleh ikatan peptida, yaitu ikatan yang terbentuk antara gugus amin asam amino satu dengan gugus karboksil unit asam amino yang lain.
E  Sifat mengion asam amino
       Semua asam amino bersifat amfolit, karena setidak-tidaknya mengandung satu gugus karboksil (asam ) dan satu gugus amin ( alpha-amino, basa). Karena itu penambahan gugus-gugus tersebut dan adanya gugus amin terminal dan gugus karboksil pada asam amino akan mempengaruhi sifat ion asam amino.
            Pada percobaan ini kami menggunakan serbuk glisin dan sistein. Dimana pada langkah awal untuk glisin, yaitu melarutkan 0,29 gram serbuk glisin kedalam gelas ukur yang berisi 20 ml aquadest. Kemudian sampel dititrasi dengan asam sulfat 2 N. langkah selanjutnya mengukur pH sampel untuk sepuluh tetes pertama sehingga diperoleh pH berturut turut pada tetesan 1 hingga 10 yaitu 3,6 ; 3,56 ; 3,98 ; 3,96 ; 3,80 ; 3,75 ; 3,21 ; 2.54 ; 2,47 ; 2,42. Kemudian untuk sepuluh tetes selanjutnya tiap-tiap kali 2 tetes dan 4 tetes diperoleh pH berturut turut adalah 2,37 ; 2,30 ; 2,19 ; 2,09 ; 2,08 ; 1,93 ; 1,80 ; 1,78 ; 1,74 ; 1,72 ;. Selanjutnya untuk delapan tetes selanjutnya diperoleh pH yaitu 1,68 ; 1,62 ; 1,61 ; 1,59 ; 1,53 ; 1,50 ; 1,48 ; 1,41 ; 1,36 ; 1,29 ; 1,24 ; 1,20. Dari data diatas dapat diketahui bahwa  nilai pH yang diperoleh dari hasil titrasi semakin menurun atau bersifat asam. Hal ini karena glisin dititrasi dengan asam sulfat yang termasuk kategori asam kuat. Berdasarkan hasil pengamatan, hasil yang diperoleh pH nya turun secara sedikit demi sedikit Sedikit. tentang hal yang mempengaruhi mengapa pHnya turun sangat sedikit pada saat penambahan asam hal ini dikarenakan terdapat gugus amin yang bersifat basa yang mampu mengimbangi penambahan asam atau H+.
            Dari perlakuan diatas dapat diketahui bahwa asam amino bersifat asam, hal ini dikarenakan Asam amino penyusun protein merupakan turunan dari asam karboksilat yang satu atom hidrogennya diganti dengan gugus amino (-NH2). Gugus asam karboksilat menyebabkan sifat asam.
            Langkah selanjutnya mengulangi perlakuan dengan menitrasi glisin dengan larutan NaOH 2 N dan mengukur pH sampel untuk sepuluh tetes pertama sehingga diperoleh pH berturut turut pada tetesan 1 hingga 10 yaitu 7,96 ; 7,08 ; 7,8 ; 7,91 ; 7,93 ; 7,99 ; 8,08 ; 8,16 ; 8,26 ; dan 8,41. Kemudian untuk sepuluh tetes selanjutnya tiap-tiap kali 2 tetes dan 4 tetes diperoleh pH berturut turut adalah 8,41 ; 8,49 ; 8,60 ; 8,78 ; 8,99 ; 9,14 ; 9,35 ; 9,93 ; 11,01 ; 11,49 ; 11,74 ; 11,89 ; 12,0. Dari data diatas dapat diketahui bahwa  nilai pH yang diperoleh dari hasil titrasi semakin meningkat atau bersifat basa. Hal ini karena glisin dititrasi dengan NaOH yang termasuk kategori basa kuat. Dan juga dikarenakan bahwa Asam amino penyusun protein merupakan turunan dari asam karboksilat yang satu Berdasarkan hasil pengamatan, hasil yang diperoleh pH nya naik secara sedikit demi sedikit. tentang hal yang mempengaruhi mengapa pHnya naik sangat sedikit pada saat penambahan basa hal ini dikarenakan terdapat gugus asam karboksilat yang bersifat asam yang mampu mengimbangi penambahan basa atau OH- diganti dengan gugus asam karboksilat menyebabkan sifat asam.
            Glisina (Gly, G) atau asam aminoetanoat adalah asam amino alami paling sederhana. Rumus kimianya C2H5NO2. Asam amino ini bagi manusia bukan merupakan asam amino esensial karena tubuh manusia dapat mencukupi kebutuhannya. Glisina merupakan satu-satunya asam amino yang tidak memiliki isomer optik karena gugus residu yang terikat pada atom karbon alpha adalah atom hidrogen sehingga terjadi simetri. Jadi, tidak ada L-glisin atau D-glisin.
            Sama halnya dengan glisin, pada perlakuan sistein juga diawali dengan melarutkan 0,29 gram serbuk sistein kedalam gelas ukur yang berisi 20 ml aquadest. Kemudian sampel dititrasi dengan asam sulfat 2 N. langkah selanjutnya mengukur pH sampel setiap tetes, tiap dua tetes, empat tetes dan delapan tetes. Sehingga diperoleh pH berturut turut adalah 2,38 ; 2,30 ; 2,09 ; 1,96 ; 1,88 ; 1,80 ; 1,76 ; 1,72 ; 1,67 ; 1,61 ; 1,54 ; 1,53 ; 1,52 ; 1,49 ; 1,46 ; 1,43 ; 1,39 ; 1,37 ; 1,34 ; 1,32 ; 1,30 ; 1,28 ; 1,27 ; 1,24 ; dan 1,20. Dari data ini juga dapat diketahui bahwa sampel ini bersifat asam, hal ini diperkuat dengan nilai pH yang semakin menurun setiap tetesan titrasi hingga pada tetes terakhir menunjukkan nilai pH sebesar 1,20, nilai pH yang mewakili asam kuat. Berdasarkan hasil pengamatan, hasil yang diperoleh pH nya turun secara sedikit demi sedikit Sedikit. tentang hal yang mempengaruhi mengapa pHnya turun sangat sedikit pada saat penambahan asam hal ini dikarenakan terdapat gugus amin yang bersifat basa yang mampu mengimbangi penambahan asam atau H+.
            Langkah berikutnya yaitu mentitrasi sistein dengan larutan NaOH, dan juga menghitung nilai pH-nya setiap tetes yang terstruktur, sehingga diperoleh nilai pH tiap satu tetes, dua tetes, empat tetes dan delapan tetes berturut-turut adalah  9,9 ; 9,42 ; 9,29 ; 9,24 ; 8,99 ; 9,11 ; 9,12 ; 9,72 ; 9,81 ; 9,91 ; 10,63 ;10,85 ; 10,87 ; 10,82 ; 11,00 ; 11,27 ; 11,6 ; 11,75 ; 11,87 dan 12,00. Hal ini juga menunjukkan bahwa sampel bersifat basa. Berdasarkan hasil pengamatan, hasil yang diperoleh pH nya naik secara sedikit demi sedikit. tentang hal yang mempengaruhi mengapa pHnya naik sangat sedikit pada saat penambahan basa hal ini dikarenakan terdapat gugus asam karboksilat yang bersifat asam yang mampu mengimbangi penambahan basa atau OH- diganti dengan gugus asam karboksilat menyebabkan sifat asam.
            Sistein merupakan asam amino bukan esensial bagi manusia yang memiliki atom S, bersama-sama dengan metionin. Atom S ini terdapat pada gugus tiol (dikenal juga sebagai sulfhidril atau merkaptan). Karena memiliki atom S, sisteina menjadi sumber utama dalam sintesis senyawa-senyawa biologis lain yang mengandung belerang.
            Asam amino memiliki sifat mengion, sistein lebih cepat mengion dibanding glisin karena  memiliki gugus SH yang bersifat asam. Asam amino dalam larutan dapat membentuk ion yang bermuatan positif dan juga bermuatan negatif atau disebut juga ion amfoter (zwitterion). Keadaan ion ini sangat tergantung pada pH larutan.
            Asam amino penyusun protein merupakan turunan dari asam karboksilat yang satu atom hidrogennya diganti dengan gugus amino (-NH2). Gugus asam karboksilat menyebabkan sifat asam dan gugus amino menyeabkan sifat basa. Sehingga asam amino bersifat amfoter (Lehninger, 1995). Sesuai dengan namanya, asam amino terdiri dari gugus asam (COOH-) dan gugus amin (-NH2) Pada titik isoelektris, asam amino berbentuk: Asam amino dalam bentuk ion tersebut dinamakan zwitter ion yang bersifat amfoter (bisa bsersifat asam maupun basa). Keadaan ion ini sangat tergantung pada pH larutan. Apabila asam amino dalam air ditambah dengan basa, maka asam amino akan terdapat dalam bentuk (I) karena konsentrasi ion OH- yang tinggi mampu mengikat ion-ion H+ pada gugus –NH3+. Sebaliknya bila ditambahkan asam ke dalam larutan asam amino, maka konsentrasi ion H+ yang tinggi mampu berikatan dengan ion –COO- sehingga terbentuk gugus –COOH. Pada pH 4,8–6,3 (pH isoelektris) asam amino akan berada pada keadaan dipolar atau ion zwitter. Pada keadaan ini kelarutan dalam air paling kecil sehingga pada pH sekitar ini protein akan mengendap (Soeharsono, 1989).
Titik isoelektrik dan kelarutan kasein
       Pada perlakuan ini bertujuan untuk menentukan titik isoelektrik kasein, dimana langkah awal yang kami lakukan adalah menyiapkan empat sampel kedalam masing-masing Sembilan tabung reaksi diantaranya aquadest, asam asetat 0,01 N ; 0,1 dan 1 N. kemudian ditambahkan masing-masing 1 ml kasein-Na-asetat yang ditiupkan dari pipet kemudian mengocoknya, setelah beberapa lama proses pengocokan mencatat kekeruhan yang terjadi tiap-tiap tabung, sehingga diperoleh data yaitu :

No. tabung
1
2
3
4
5
6
7
8
9
pH larutan
5,9
5,6
5,3
5,0
4,7
4,4
4,1
3,8
3,5
Kekeruhan segera
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(++)
(++)
(++)
(+++)
Kekeruhan setelah 10 menit
(-)
(-)
(-)
(+/-)
(+)
(++)
(++)
(++)
(+++)

                 Daya reaksi berbagai jenis protein terhadap asam dan basa tidaklah sama tergantung dari jumlah dan letak gugus amino dan karboksil dalam molekul. Di dalam larutan yang bersifat asam (pH rendah) gugus amino dari protein akan mengadakan reaksi dengan H+ sehingga protein bermuatan positif dan akan bergerak ke arah katoda. Sedangkan pada larutan yang bersifat alkali, gugus hidroksil pada protein akan bereaksi dengan OH-dan menjadi bermuatan negatif sehingga akan bergerak ke arah anoda. pH yang disebut pH isoelektris (pI), muatan gugus-gugus ini saling menetralkan sehingga molekul bermuatan nol. Tiap jenis protein mempunyai titik isoelektris yang berbeda. Pengendapan paling cepat terjadi dalam titik ini dan prinsip ini digunakan dalam proses-proses pemisahan dan pemurnian protein (Winarno, 1995).
              Pengamatan terhadap terjadinya kekeruhan atau presipitasi setalah pencampuran dilakukan setelah menit ke-0, 10, Hal ini dilakukan karena pengendapan kasein Na-asetat oleh asam asetat terjadi sangat lambat. Pertama-tama akan terjadi presipitasi yaitu pembentukan presipitat atau partikel kecil yang melayang-layang dalam larutan dan dapat mengendap dalam waktu lama (Suwedo, 1994). Presipitat tersebut akan saling tergabung membentuk agregat (partikel yang lebih besar dari presipitat tapi belum mengendap. Jika jumlah agregat terus bertambah maka akan saling membentuk endapan yang kemudian turun menempel pada dasar tabung reaksi.
          Dari hasil percobaan terlihat bahwa penambahan kasein Na-asetat pada tabung no.1 dan 2, tabung ini tidak mengalami kekeruhan dan tidak terbentuk endapan, dan pada tabung no.3 mulai terbentuk sedikit endapan. Hal ini terjadi karena pada kedua tabung ini asam asetat yang ditambahkan memiliki konsentrasi yang rendah dan volume yang ditambahkanpun sedikit sehingga pH larutan belum mencapai titik isoelektris maka akibatnya protein masih dalam keadaan terlarut yang jernih sehingga tidak tejadi kekeruhan atau presipitasi.
              Pengendapan maksimum terjadi pada tabung 9 yaitu dalam kondisi pH 3,5. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pH isoelektris terletak di sekitar pH 3,5 karena pengendapan yang berarti turunnya kelarutan protein terbanyak terjadi di tabung 9 yang mempunyai nilai pH 3,5 artinya derajat keasaman atau pH ketika suatu makromolekul bermuatan nol akibat bertambahnya proton atau kehilangan muatan oleh reaksi asam-basa. Pada  koloid, jika pH sama dengan titik isoelektrik, maka sebagian atau semua muatan pada partikelnya akan hilang selama proses ionisasi terjadi. Jika pH berada pada kondisi di bawah titik isoelektrik, maka matan partikel koloid akan bermuatan positif. Sebaliknya jika pH berada di atas titik isoelektrik maka muatan koloid akan berubah menjadi netral atau bahkan menjadi negatif.Hal ini sesuai dengan teori yaitu menurut Soeharsono (1984), kisaran pH isoelektris protein berkisar antara 4,3-6,8 dimana pada pH ini kelarutan protein adalah paling kecil dan pengendapan protein terjadi paling cepat. Menurut Suhardi (1991), pada titik isoelektris ini kasein bersifat hidrofobik, kasein akan berikatan antar muatannya sendiri membentuk lipatan ke dalam sehingga terjadi pengandapan yang relatif cepat.
              Dari data terlihat pula bahwa mulai tabung 1,2 dan 3 tidak terjadi pengendapan dan tidak terjadi kekeruhan pada larutan. Menurut Martoharsono (1986), kekeruhan pada protein disebabkan oleh muatan protein yang belum seimbang. Protein yang terdenaturasi makin berkurang kelarutannya, karena pada protein yang terdenaturasi asam amino yang berbentuk ion dwikutub mempunyai muatan netral, pada asam amino yang bergugus dipolar, gugus amino mendapatkan tambahan sebuah proton, gugus karboksil terdisosiasi sehingga asam amino dalam kondisi netral.
              Sedangkan pada tabung 4-8 terjadi pengendapan yang semula meningkat dengan pengendapan atau presipitasi terbesar pada tabung 9 tapi kemudian makin sedikit dengan makin besarnya nomor tabung. Pada tabung 9 terjadi presipitasi terbesar kaena penambahan ion H+ pada tabung 9 ini lebih banyak sehingga endapan yang terbentuk juga semakin banyak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin menjauhi pH isoelektris maka tingkat kelarutan protein makin besar.  Menurut Suhardi (1991), kelarutan protein akan meningkat jika diberi perlakuan asam yang berlebih. Ini terjadi karena ion positif pada asam yang menyebabkan protein yang semula bemuatan netral atau nol menjadi bermuatan positif yang menyebabkan kelarutannya bertambah. Semakin jauh derajat keasaman protein dari titik isoelektrisnya, maka kelarutannya akan semakin bertambah.
E  Penggaraman protein (salting out)
            Penggaraman adalah sebuah metode untuk memisahkan protein berdasarkan prinsip bahwa protein kurang larut dalam tinggi garam konsentrasi. Konsentrasi garam yang diperlukan untuk protein untuk presipitat keluar dari solusi berbeda dari protein untuk protein.         
            Perlakuan ini dilakukan pada larutan gelatin dan larutan albumin. Dimana langkah awal mengambil 10 ml larutan gelatin ditambah 8 gram gram sambil mengaduknya sehingga senyawa larut dan berwarna biru tua. Setelah senyawa larut kemudian disaring, setelah itu menguji filtrat dengan uji biuret, dalam hal ini menggunakan larutan NaOH. Hasil yang diperoleh larutan berwarna biru muda kemudian menguji dengan larutan CuSO4, larutan pun tampak biru tua. Langkah selanjutnya residu juga diuji dengan larutan NaOH dan hasil yang diperoleh residu berwarna biru tua.
          Mengulangi prosedur kerja diatas dengan menggunakan larutan gelatin ditambah 8 gram ammonium sulfat dan senyawa larut berwarna biru muda, selanjutnya filtrate ditambahkan NaOH dan CuSO4, tampak berwarna biru tua, begitupun halnya dengan pengujian biuret pada residu, saat ditambahkan NaOH residu tampak biru tua. Penambahan NaOH bertujuan untuk melihat apakah masih ada protein yang terdapat pada sampel, sedangkan penambahan CuSO4, ion Cu2+ dari biuret berikatan dengan ikatan peptida dari protein membentuk senyawa kompleks yang berwarna biru tua. Warna biru tua pada residu dan filtrat pada sampel albumin dan gelatin menandakan bahwa masih mengandung protein meskipun telah melewati proses penggaraman, tetapi bentuk dan sifat protein dalam pengendapan ini tetap bertahan atau utuh. Hasil uji buret berwarna biru artinya adalah uji biuret sangat positif terhadap protein, dalam penggaraman protein pada residunya terakumulasi sehingga ujinya positif dan memberikan identifikasi warna biru. Dan untuk filtrate saat diuji juga berwarna biru berarti filtrate masih mengandung protein
       Pada umumnya protein dapat dikoagulasi kecuali gelatin. Peristiwa koagulasi dapat terjadi pada saat pH mendekati titik isoelektris. Titik isoelektris adalah saat dimana pada pH tersebut asam amino berada pada bentuk zwitter ion dan pada saat titik isoelektris ini kelarutan protein menurun dan mencapai angka terendah dan akan menyebabkan protein mengendap dan menggumpal. Pada saat titik isoelektris ini jumlah kation dan anion yang terbentuk sama banyaknya.          Protein yang menggumpal atau mengendap merupakan salah satu ciri fisik dari terdenaturasinya suatu protein. Terjadinya denaturasi pada protein ini dapat disebabkan oleh faktor – faktor di bawah ini :
Pengaruh asam
            Adanya ion H+ menyebabkan sebagian jembatan atau ikatan peptida putus. Ion H+ akan bereaksi dengan gugus COOmembentuk COOH sedangkan sisanya (asam) akan berikatan dengan gugus amino membentuk ikatan, sehingga apabila larutan peptida dalam keadaan isoelektris diberi asam akan menyebabkan bertambahnya gugus bermuatan yang membentuk afinitas terhadap air dan kelarutan air meningkat meskipun meskipun tidak selamanya begitu.
Pengaruh basa
Penambahan basa misalnya KOH atau NaOH dapat menyebabkan denaturasi. Hal ini karena terjadi pemecahan ikatan peptida baik sebagian atau keseluruhan. Ion OH akan bereaksi dengan gugus amino.oedjiadi, 1994). Masukkan dalam salting out.

VI.             KESIMPULAN
                 Berdasarkan percobaan diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Ø  Asam amino memiliki sifat mengion, sistein lebih cepat mengion dibanding glisin karena memiliki gugus SH yang bersifat asam.
Ø  Semakin jauh derajat keasaman protein dari titik isoelektrisnya, maka kelarutannya akan semakin bertambah. pH isoelktrik kasein terletak pada pH 3,5 pada tabung 9.
Ø  Protein juga memiliki sifat dapat mengendap seperti halnya sifat koloid. Proses penggaraman mengakibatkan kation dan anion akan memecah ikatan peptida. Namun proses penggaraman tidak mengubah bentuk protein.











DAFTAR PUSTAKA

       http //  www.Salting out-Wikipedia founder Jimmy Wales.com. Diunduh pada tanggal 16 desember 2009.
       http // www. Rantai tiga belas-asam amino.html.com.  Diunduh pada tanggal 16 desember 2009.
       http // www. bioQimia/data/PROTEIN%20DAN%20ASA_2.mhtml.com Diunduh pada tanggal 16 desember 2009.
       http//www.ocalhost/D:/%20TUGAS/bioQimia/data/%20HARI%20TANP.mhtml.com. Diunduh pada tanggal 16 desember 2009.
       http // www.Lampert,L.M.,1970. Modern Dairy Products. Chemical Publishing Co.Inc.,New York.com. Diunduh pada tanggal 16 desember 2009.    
       Lehninger, A.H., 1995. Dasar-dasar Biokimia. Erlangga, Jakarta.
       Tim dosen biokimia.2009.PENUNTUN PRAKTIKUM BIOKIMIA. Palu : Untad press.









     Laporan biokimia

PERCOBAAN IV
PROTEIN DAN  ASAM AMINO
Palu  17 Desember 2009

Disusun oleh :
                       Nama          : Joechiana rosidi
                             Stambuk   : A 251 07 003
                             Kelompok   : II (dua)
                             Asisten       : Hartarti umminah

PROGRAM STUDI KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar